Selasa, 27 September 2011

Melatih Berpikir Kritis

Zaman ini berkembang demikian cepat, bahkan jauh lebih cepat dari perkiraan para ahli. Prediksi para ahli perancang masa depan sering meleset, karena dimensi permasalahan yang dihadapi manusia saat ini demikian kompeks.  Satu peristiwa sering bertautan dengan peristiwa lainnya, sehingga  tidak ada peristiwa yang berupa a single event. Untuk menyelesaikannya diperlukan berbagai pendekatan. Sebut saja, misalnya, peristiwa keagamaan hampir selalu terkait dengan masalah politik, sosial, budaya, dan bahkan ekonomi.
Karena pesatnya perkembangan, ada sebagian orang yang sanggup mengikutinya, ada sebagian lain yang gagal. Bagi yang sanggup, perkembangan pesat dianggap sebagai peluang yang bisa dimanfaatkan untuk memacu diri. Umumnya kelompok ini adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan hidup yang memadai. Bagi yang tidak sanggup, zaman ini dianggap sebagai petaka, karena tidak memberikan peluang kepadanya, bahkan menyingkirkannya. Umumnya, kelompok ini diisi orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup.
Selain itu, zaman ini pula disebut sebagai zaman kompetisi atau persaingan. Implikasinya orang lain dianggap sebagai kompetitor dalam meraih cita-cita. Teman akrab ada kalanya bisa menjadi pesaing beratnya. Karena masing-masing saling berkompetisi, wajar jika kemudian ada pihak yang menang dan ada pula yang kalah.
Dalam keadaan demikian, menjadi orang pintar saja belum cukup. Agar mampu menghadapi persaingan ke depan, dibutuhkan orang yang mampu berpikir kritis. Banyak orang mengatakan bahwa salah satu ciri orang pintar adalah mampu berpikir kritis. Pengertian berpikir kritis ialah berpikir dengan konsep yang matang dan mempertanyakan segala sesuatu yang dianggap tidak tepat dengan cara yang baik. Bertanya dengan baik akan memperoleh jawaban yang baik, setidaknya respons yang baik. Dia tidak bersikap apatis terhadap sesuatu yang tidak beres. Karena seringnya bertanya atas hal-hal yang tidak normal, bagi sebagian orang kritis disebut sebagai orang rewel (bahasa Jawa). Sikap kritis tidak sama dengan rewel. Jika sikap kritis menanyakan hal-hal yang tidak normal dan bermaksud memperbaikinya, maka rewel adalah asal bertanya dan ada unsur ‘mengganggu’.
Persoalannya, apakah berpikir kritis dapat dilatih? Menurut para ahli, melatih berpikir kritis dapat dilakukan dengan cara mempertanyakan apa yang dilihat dan didengar. Setelah itu, dilanjutkan dengan bertanya mengapa dan bagaimana tentang hal tersebut. Intinya, jangan langsung menerima mentah-mentah informasi yang masuk. Dari mana pun datangnya, informasi yang diperoleh harus dicerna dengan baik dan cermat sebelum akhirnya disimpulkan. Karena itu,  berlatih berpikir kritis artinya juga berperilaku hati-hati dan tidakgrusa-grusu dalam menyikapi permasalahan.
Pernahkan kita merasa tidak nyaman jika melihat sesuatu tidak berjalan dengan baik di sekolah, keluarga, atau lingkungan tempat kerja? Jika itu terjadi, ini kesempatan kita melatih berpikir kritis. Caranya, seperti diungkap di muka, dengan menanyakan bagaimana dan mengapa hal itu terjadi dengan diikuti suatu tindakan yang kreatif.
Membiasakan diri selalu memperbaiki diri --- karena merasa masih memiliki banyak kekurangan --- , disiplin, dan konsentrasi ketika mengerjakan sesuatu pekerjaan merupakan tanda seseorang memiliki pikiran kritis. Dan, inilah pintu menuju kesuksesan. Sebaliknya, jika seseorang telah merasa sudah pintar dan akhirnya malas belajar sehingga tidak mau memperbaiki diri, saat itu pula dia akan tertinggal jauh dari orang lain dan tertelan oleh perubahan zaman.
Ada pandangan lain untuk meningkatkan sikap kritis. Menurut penelitian para ahli neurolinguistik, cabang ilmu yang mengkaji bahasa dan fungsi saraf, otak manusia bisa dilatih fungsi-fungsinya, termasuk untuk melahirkan sikap kritis. Menurut mereka, otak manusia dibagi dua, yakni otak kiri yang memproduksi bahasa verbal, imitatif dan repetitif, dan otak kanan yang memperoduksi pikiran yang bersifat  imajinatif, komprehensif, dan kontemplatif. Muncul dugaan bahwa orang-orang agung para pembuat sejarah besar adalah orang yang memiliki otak kanan yang aktif.
Berangkat dari temuan para ahli tersebut, maka dalam bahasa agama (Islam), cara untuk meningkatkan fungsi otak kanan ialah melalui sholat yang khusu’ dan dzikir  mengingat Allah, sehingga otak  bisa lepas dari beban-beban duniawi yang tidak produktif. Saat demikian, otak bisa tumbuh cerdas dan bisa berpikir kritis. Lebih dari sekadar cerdas, sholat yang khusu’ dan selalu berdzikir untuk mengingat Allah akan mengantarkan kita menjadi manusia agung di sisiNya. Selamat mencoba !

    Teknik Berpidato Yang Baik

    Pidato adalah penyampaian gagasan, pikiran atau informasi serta tujuan dari pembicara kepada orang lain(audience) dengan cara lisan. Pidato juga bisa diartikan sebagai the art of persuasion, yaitu sebagai seni membujuk/mempengaruhi. Berpidato ada hubungannya dengan retorika(rhetorica), yaitu seni menggunakan bahasa dengan efektif. Berpidato bukanlah suatu pekerjaan yang sederhana karena dalam berpidato menyangkut beberapa unsur penting seperti: pembicara, pendengar, tujuan dan isi pidato, persiapan, terknik dan etika dalam berpidato.
    I. Tujuan Pidato
    Diantara tujuan dari pidato, yaitu: (a)informatif, bertujuan memberikan laporan/ pengetahuan atau sesuatu yang menarik untuk pendengar; (b)persuasif and instruktif, berisi tentang usaha untuk mendorong, meyakinkan dan mengajak audience untuk melakukan sesuatu hal; (c)edukatif, berupaya menekankan pada aspek-aspek pendidikan, misalnya tentang pentingnya hidup sehat, ber KB, hidup rukun antar umat bergama dan lain-lain; (d)entertain, bertujuan memberikan penyegaran kepada audience yang sifatnya lebih santai.
    II.Teknik Berpidato
    Ada empat teknik berpidato yang umum, yaitu:(a)Metode Naskah, yaitu pidato yang digunakan untuk pidato resmi dan dibacakan secara langsung. Cara demikian dilakukan agar tidak terjadi kekeliruan, karena setiap kata yang diucapkan dalam situasi resmi, akan disebarluaskan dan dijadikan figur oleh masyarakat dan dikutuip oleh media massa; (b)Metode Menghafal, yaitu naskah yang telah dipersiapkan sebelumnya bukan untuk dibaca, melainkan untuk dihafal; (c) Metode Spontanitas, yaitu metode pidato yang tidak dilakukan persiapan/pembuatan naskah tertulis terlebih dahulu. Biasanya dilakukan hanya oleh orang-orang yang akan tampil secara mendadak; (d) Metode Penjabaran Kerangka. Teknik berpidato dengan menjabarkan materi pidato yang terpola secara lengkap adalah teknik yang sangat dianjurkan dalam berpidato. Maksud dari terpola yaitu materi yang akan disampaikan harus disiapkan garis-grais besar isinya dengan menuliskan hal-hal yang dianggap paling penting untuk disampaikan.
    III. Materi Pidato
    Biasanya materi pidato, baik yang menggunakan naskah maupun tanpa naskah memiliki empat bagian, yaitu (a)Pendahuluan, yang berfungsi untuk mengantar ke arah pokok persoalan yang akan dibahas dan sebagai upaya menyiapkan mental audience. Pada bagian ini yang terpenting kita berusaha membangkitkan dan mengarahkan perhatian audience pada pokok permasalahan yang akan dibicarakan; (b)Isi. Pada bagian ini pokok pembahasan ditampilkan dengan terlebih dahulu mengemukakan latar belakang permasalahannya. Pokok pembicaraan dikemukakan sedemikian rupa sehingga tampak jelas kaitannya dengan kepentingan para audience. (c) Pembahasan. Bagian inimerupakan kesatuan, yang berisi alasan-alasan yang mendukung hal-hal yang dikemukakan pada bagian isi. Pada bagian isi ini biasanya berisi berbagai hal tentang penjelasan, alasan-alasan, bukti-bukti yang mendukung, ilustrasi, angka-angka dan perbandingan, kontras-kontras, bagan-bagan, model, dan humor yang relevan;(d)Kesimpulan. Ini adalah bagian akhir dari sebuah pidato, yang merupakan kesimpulan dari keseluruhan uraian sebelumnya.
    IV.Persiapan Sebelum Berpidato.
    Ada beberapa persiapan yang harus dilakukan sebelum berpidato antara lain: (a)Menentukan Tujuan Pidato; (b) Memilih Pokok Persoalan; (c)Mengetahui dan Menganalisa audience dan suasananya; (d)Mengumpulkan materi pidato; (e)Menyusun Kerangka Materi Pidato;(f)Melakukan Latihan Pidato; (g)Menghilangkan Perasaan “Demam” Panggung yaitu dengan cara: memfokuskan pikiran pada diri sendiri, percaya diri(PD), menganggap audience tidak tahu tentang apa yang kita bicarakan, memperdalam materi dengan baik, mempersiapkan konsep pidato beberapa hari sebelumnya, membaca berulang-ulang materi pidato, mempersiapkan diri beberapa jam sebelum tampil dan jangan tergesa-gesa, serta istirahat yang cukup. Terakhir sudah tentu adalah dengan berdoa.
    V. Saat Berpidato
    (1)Pembukaan. Pembukaan pidato merupakan bagian penting dan meainkan peranan bagi pembicara, karena bagian ini dapat memeberikan kesan pertama bagi para audience.. Ada beberapa cara yang dapat digunakan seorang pembicara untuk membuka pidatonya: (a)dengan memperkenalkan diri; atau (b) Membuka pidato dengan humor; atau (d) membuka pidato dengan pendahuluan secara umum.
    (2)Inti Pidato. Setelah selesai melakukan pembukaan dengan salah satu cara di atas, maka langsung dilanjutkan dengan menyajikan pokok permasalahannya.
    (3) Penutup Pidato bisa dilakukan dengan: (a)Membuat rangkuman atau simpulan; atau(b)menyatakan kembali prinsip-prinsip yang terkandung dalam pidato; atau (c)menceritakan cerita singkat yang menarik; atau (d)mengutip kata-kata mutiara, ungkapan, atau beberapa bait pantun; atau (e)mengajak atau menghimbau dan mengemukakan sebuah pujian buat para pendengar
    VI.Etika Dalam Berpidato
    1 Etika berpidato di depan umum meliputi:(a)Mengenakan pakaian yang sesuai dengan suasana pertemuan, rapi, bersih dan sopan; (b)Tampil dengan bersahaja, sopan dan rendah hati; (c)Menyisipkan beberapa humor segar dalam pidato; (d)Gunakan kata-kata yang sopan, halus, dan sederhana;(e)Sebagai kata penutup jangan lupa mengucapkan maaf bila terdapat tutur kata yang kurang berkenan dan lain-lain.
    2. Etika berpidato di depan pejabat: (a)Menghilangkan rasa rendah diri; (b)Jangan tampil seolah-olah menggurui, sikap lebih tahu dan lain-lain; (c)Jangan terlalu memberikan penghormatan yang berlebihan pada audience.
    3. Berpidato di depan Pemuka Agama:(a)Jangan mengeluarkan kata-kata yang bisa menyinggung umat beragama; (b)Jangan ada nada merendahkan atau memuji agama tertentu;(c) Perbanyak istilah-istilah keagamaan
    4. Etika Berpidato di depan para wanita. Bila pembicara seorang laki-laki, hati-hati jangan sampai menyinggung harkat dan martabat wanita; menggunakan istilah-istilah yang tepat seperti ibu-ibu atau saudari sekalian; hindari kata-kata kasar, kurang senonoh dan kurang sopan;
    5. Etika Berpidato di depan Pemuda/Mahasiswa. Pidato harus mengutamakan penalaran yang berikaitan dengan dunia anak-anak muda; Jangan mengeluarkan kata-kata yang bersifat menentang; Jangan mengkritik dan menyalahkan anak-anak muda
    6. Etika Berpidato di depan masyarakat Desa. Jangan berbohong; Gunakan kata-kata yang sopan dan sederhana, kapan perlu sisipkan beberapa istilah dalam bahasa stempat.
    VII.Beberapa hal penting berkaitan dengan berpidato. Yang perlu mendapat perhatian adalah:(a)Posisi Berbicara. Seorang pembicara harus sedapat mungkin dilihat oleh semua audience. Kalau boleh tidak duduk, usahakan untuk berdiri, agar semua audience dapat menatap wajah dan penampilan pembicara; (b)Mengatur Suara Dalam Berpidato. Usahakan mengeluarkan suara dengan jelas, tegas, dan nyaring dan sesuaikan dengan ruang pertemuan, apakah ruang kecil atau ruang aula yang luas dan besar; (c)Volume, Intonasi dan Pelafalan. Pada saat berpidato, usaha mengatur: volume suara, intonasi, dan pelafalan; (d)Sisipkan humor yang sopan, segar dan relevan; (e)Gerak Tubuh, seperti tangan, telapak tangan, jari, kepala, raut muka, dan lain-lain juga mendukung daya tarik dalam berpidato, namun jangan terlalu berlebihan, dan harus sesuai dengan apa yang sedang dibacarakan; (f)Penggunaan mikropon. Bila ada mikropon, gunakanlah dengan sebaik-baiknya, dan jangan menempel di mulut, namun agak jauh dari mulut pada saat berbicara agar suaranya bagus; dan (g)Bila ada slide( berupa OHP dan LCD), alat peraga, papan tulis, sangat efektif untuk menunjang kegiatan saat berpidato.
    VIII. Penutup
    Pada saat kita membaca sebuah buku atau mendengar ceramah tentang teknik berpidato, tampaknya sangat sederhana. Akan tetapi pada saat kita ingin mempraktekkannya, kita akan menemui berbagai kendala. Diantaranya kurang menguasai materi, kurang menguasai massa, tidak terbiasa berdiri di depan orang banyak, bagaimana mengatur sistematika pembicaraan, mengatur suara, dan lain-lain. Semua syarat ini akan membuat suasana menjadi rumit. Yang paling penting kita belajar dari sausana yang sederhana dan kecil. Setiap ada orang berpidato, baik sebagai pemakalah maupun menyampaikan kata sambutan, sebaiknya kita perhatikan dan mencoba menilai kelebihan dan kelemahannya. Kelebihannya kita ambil sebagai contoh, sedangkan kelemahannya kita abaikan.

    TUGAS PART 1

    1. ORGANISASI SEBAGAI WADAH DAN PROSES

    Sebagian orang mungkin memahami akan keuntungan dari Berorganisasi. dalam berorganisasi banyak hal yang dapat kita peroleh misalnya dapat mengemukakan endapat pribadi di depan orang, dapat memimpin sebuah kelomok kerja, bisa menjadi pribadi yang memiliki rasa sosialisme, melatih diri akan arti tanggungjawab. Dari istilah organisasi dapat di artikan sebagai : wadah adalah sebagai sekelompok manusia untuk bekerja sama, serta Proses adalah pengelompokan manusia dalam suatu kerja sama yang efisien. jadi Organisasi adalah Rangkaian proses kegiatan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kegunaan segala sumber dan factor yang menentukan bagi berhasilnya proses manajemen terutama dengan memperhatikan fungsi dan dinamika organisasi atau birokrasi dalam rangka mencapai tujuan yang sah ditetapkan.

    Mengapa Organisasi di katakana sebagai tempat mengembangkan Suatu Inspirasi diri, di karenakan dalam Berorganisasi mempunyai hubungan erat antara Manjemen, organisasi dan metode. di dalam kegitan Manajemen meliputi Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasi), Motivating (Pendorongan), Controling (Pengendalian). dalam artikel ini akan lebih di tekankan pada Planning, karena hal ini yang menjadi alasan mengapa Organisasi dapat mengembangkan Inspirasi diri yang merupakan hasil karya pemikiran diri. di dalam Kegiatan Planning terdapat Proses Kegiatan Pemikiran, dalam kegiatan Planning kita di tuntut untuk dapat mengasilkan dugaan dan penentuan prioritas-prioritas yang harus dilakukan secara rasional yang canggih atau yang baru. kata baru disini memiliki arti pemikiran atau sebuah Inspirasi yang bukan umumnya.

    sebagai contoh sebuah Organisasi Besar dalam bidang Otomotif mencari alternatif pengganti dari bahan bakar yakni Bensin. Setelah di teliti bersama memlalui kerja sama dengan Perusahaan Otomotif besar, di temukanlah sebuah Alat Transportasi yang menggunakan Bahan Bakar Air. Melalui contoh tersebut kita dapat melihat bahwa melalui Organisasi kita dapat menciptakan sesuatu, melalui Inspirasi-inspirasi yang tercipta dalam otak kita.


    2. SEJARAH MUNCULNYA ORGANISASI.

    Organisasi mungkin telah ada sejak ratusan tahun yang lalu, karena ruang lingkup organisasi yang sangat luas, secara tidak sadar semua manusia sejak lahir sudah ikut dalam organisasi, suatu organisasi dapat menjadi fokus sentral kehidupan seseorang atau ia mungkin hanya merupakan pelayannya untuk sementara waktu. Sebuah organisasi mungkin dapat besifat kaku, “dingin”, tanpa kepribadian, atau kadang-kadang dapat menghasilkan hubungan-hubungan luwes dan bermakna bagi para anggotanya.

    Untuk sejarah sendiri belum di ketahui secara pasti kapan terbentuknya organisasi, sutau organisasi biasanya dianggap baru dimulai sebagai disiplin akademik bersamaan dengan munculnya manajemen ilmiah pada tahun 1890-an, dengan Taylorisme yang mewakili puncak dari gerakan ini. Para tokoh manajemen ilmiah berpendapat bahwa rasionalisasi terhadap organisasi dengan rangkaian instruksi dan studi tentang gerak-waktu akan menyebabkan peningkatan produktivitas. Studi tentang berbagai sistem kompensasi pun dilakukan.

    Setelah Perang Dunia I, fokus dari studi organisasi bergeser kepada analisis tentang bagaimana faktor-faktor manusia dan psikologi mempengaruhi organisasi. Ini adalah transformasi yang didorong oleh penemuan tentang Dampak Hawthorne. Gerakan hubungan antar manusia ini lebih terpusat pada tim, motivasi, dan aktualisasi tujuan-tujuan individu di dalam organisasi.

    Perang Dunia II menghasilkan pergeseran lebih lanjut dari bidang ini, ketika penemuan logistik besar-besaran dan penelitian operasi menyebabkan munculnya minat yang baru terhadap sistem dan pendekatan rasionalistik terhadap studi organisasi.
    Pada tahun 1960-an dan 1970-an, bidang ini sangat dipengaruhi oleh psikologi sosial dan tekanan dalam studi akademiknya dipusatkan pada penelitian kuantitatif.

    Sejak tahun 1980-an, penjelasan-penjelasan budaya tentang organisasi dan perubahan menjadi bagian yang penting dari studi ini. Metode-metode kualitatif dalam studi ini menjadi makin diterima, dengan memanfaatkan pendekatan-pendekatan dari antropologi, psikologi dan sosiologi.


    CONTOH ORGANISASI DAN SEJARAHNYA :

    Himpunan Mahasiswa Islam (disingkat HMI) adalah sebuah organisasi yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 5 Februari 1947, atas prakarsa Lafran Pane beserta 14 orang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam Yogyakarta.


    SEBELUM LAHIRNYA HMI.

    Sebelum lahirnya Himpunan Mahasiswa Islam, terlebih dulu berdiri organisasi kemahasiswaan bernama Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) pada tahun 1946 yang beranggotakan seluruh mahasiswa dari tiga Perguruan Tinggi di Yogyakarta, yaitu Sekolah Tinggi Teknik (STT), Sekolah Tinggi Islam (STI) dan Balai Perguruan Tinggi Gajahmada yang pada waktu itu hanya memiliki Fakultas Hukum danFakultas Sastra. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta selalu berbau Kolial Belanda. Sering pesta dengan poloniase, dansa serta minum-minuman keras.

    Oleh karena Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta dirasa tidak memperhatikan kepentingan para mahasiswa yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Tidak tersalurnya aspirasi keagamaan merupakan alasan kuat bagi para mahasiswa Islam untuk mendirikan organisasi kemahasiswaan yang berdiri dan terpisah dari Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta.

    Pada tahun 1946, suasana politik di Indonesia khususnya di Ibukota Yogyakarta mengalami polarisasi antara pihak Pemerintah yang dipelopori oleh Partai Sosialis, pimpinan Syahrir - Amir Syarifuddin dan pihak oposisi yang dipelopori oleh Masyumi, pimpinan Soekiman -Wali Al-Fatah dan PNI, pimpinan Mangunsarkoro - Suyono Hadinoto serta Persatuan Pernyangannya Tan Malaka. Polarisasi ini bermula pada dua pendirian yang saling bertolak belakang, pihak Partai Sosialis (Pemerintah) menitik beratkan perjuangan memperoleh pengakuanIndonesia kepada perjuangan berdiplomasi, pihak oposisi pada perjuangan bersenjata melawan [[[Belanda]].

    Polarisasi ini membawa mahasiswa yang juga sebagian besar dari mereka adalah pengurus Persyerikatan Mahasiswa Yogyakartaberorientasi kepada Partai Sosialis. Melalu mereka inilah Partai Sosialis mencoba mendominir Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta. Namun mahasiswa yang masih memiliki idealis tidak dapat membiarkan usaha Partai Sosialis hendak mendominir Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta. Dengan suasana yang sangat kritis dikarenakan Belanda semakin memperkuatkan diri dengan terus-menerus mendatangkan bala bantuan dengan persenjataan modern yang kemudian pada tanggal 21 Juli 1947 terjadilah yang dinamakan Agresi Militer Belanda I. Dengan situasi yang demikian para mahasiswa yang berideologi murni tetap bersatu menghadapi Belanda, mencegak setidak-tidaknya mengurangi efek-efek dari polarisasi politik yang sangat melemahkan potensi Indonesia menghadapi Belanda. Karenanya mereka menolah keras akan sikap dominasi Partai Sosialis terhadap mahasiswa yang dinilai akan mengakibatkan dunia mahasiswa terlibat dalam polarisasi politik.

    Berbagai hal ini yang mendorong beberapa orang mahasiswa untuk mendirikan organisasi baru. Meskipun sebenarnya jauh sebelum adanya keinginan untuk mendirikan organisasi baru sudah ada cita-cita akan itu, namun selalu ditunda dan dianggap belum tepat. Namun melihat dari berbagai kondisi yang ada dirasa cita-cita yang sudah lama diharapkan itu perlu diwujudkan karena bila membiarkan Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta lebih lama didominasi oleh Partai Sosialis adalah hal yang tidak tepat. Penolakan sikap dominasi Partai Sosialisterhadap Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta tidak hanya datang dari kalangan mahasiswa Islam, melainkan juga mahasiswa kristen, mahasiswa katolik, serta berbagai mahasiswa yang masih menjunjung teguh ideologi keagamaan.


    MULAI BERDIRINYA HMI.

    Himpunan Mahasiswa Islam di prakarsai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa tingkat I (semester I) Sekolah Tinggi Islam (sekarang Universitas Islam Indonesia (UII)). Ia mengadakan pembicaraan dengan teman-temannya mengenai gagasan membentuk organisasi mahasiswa bernafaskan Islam dan setelah mendapatkan cukup dukungan, pada bulan November 1946, ia mengundang para mahasiswa Islam yang berada di Yogyakarta baik di Sekolah Tinggi Islam, Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada dan Sekolah Teknik Tinggi, untuk menghadiri rapat, guna membicarakan maksud tersebut. Rapat-rapat ini dihadiri kurang lebih 30 orang mahasiswa yang di antaranya adalah anggota Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia. Rapat-rapat yang digelar tidak menghasilkan kesepakatan. Namun Lafran Pane mengambil jalan keluar dengan mengadakan rapat tanda undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir oleh Husein Yahya. Pada tanggal 5 Februari 1947 (bertepatan dengan 14 Rabiulawal 1366 H), di salah satu ruangan kuliah Sekolah Tinggi Islam di Jalan Setyodiningratan 30 (sekarang Jalan Senopati) Yogyakarta, masuklah Lafran Pane yang langsung berdiri di depan kelas dan memimpin rapat yang dalam prakatanya mengatakan : "Hari ini adalah rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena semua persiapan yang diperlukan sudah beres".


    Kemudian ia meminta agar Husein Yahya memberikan sambutan, namun beliau menolak dikarenakan kurang memahami apa yang akan disampaikan sehubungan dengan tujuan rapat tersebut.


    Pernyataan yang dilontarkan oleh Lafran Pane dalam rapat tersebut adalah :
    Rapat ini merupakan rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam yang anggaran dasarnya telah dipersiapkan.
    Rapat ini bukan lagi mempersoalkan perlu atau tidaknya ataupun setuju atau menolaknya untuk mendirikan organisasi Mahasiswa Islam.
    Diantara rekan-rekan boleh menyatakan setuju dan boleh tidak. Meskipun demikian apapun bentuk penolakan tersebut, tidak menggentarkan untuk tetap berdirinya organisasi Mahasiswa Islam ketika itu, dikarenakan persiapan yang sudah matang.


    Setelah dicerca berbagai pertanyaan dan penjelasan, rapat pada hari itu dapat berjalan dengan lancar dan semua peserta rapat menyatakan sepakat dan berketetapan hati untuk mengambil keputusan :


    Hari Rabu Pon 1878, 15 Rabiulawal 1366 H, tanggal 5 Februari 1947, menetapkan berdirinya organisasi Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI yang bertujuan :
    Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia
    Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam
    Mengesahkan anggaran dasar Himpunan Mahasiswa Islam. Adapun Anggaran Rumah Tangga akan dibuat kemudian.
    Membentuk Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam.


    Adapun peserta rapat yang berhadir adalah Lafran Pane, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein, Maisaroh Hilal (cucu pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan), Suwali, Yusdi Ghozali; tokoh utama pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII), Mansyur, Siti Zainah (istri Dahlan Husein), Muhammad Anwar, Hasan Basri, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi dan Bidron Hadi.


    Selain itu keputusan rapat tersebut memutuskan kepengurusan Himpunan Mahasiswa Islam sebagai berikut :



    Ketua

    Lafran Pane


    Wakil Ketua

    Asmin Nasution


    Penulis I

    Anton Timoer Djailani, salah satu pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII)


    Penulis II

    Karnoto Zarkasyi


    Bendahara I

    Dahlan Husein


    Bendahara II

    Maisaroh Hilal


    Anggota

    Suwali

    Yusdi Gozali, pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII)

    Mansyur